Sabilul Muhtadin, atau secara lengkap Sabilal Muhtadin lit-Tafaqquh fi Amriddin, adalah sebuah kitab yang sangat terkenal di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia. Ditulis oleh Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari pada tahun 1779 M, kitab ini menjadi salah satu referensi utama dalam ilmu fikih, terutama dalam Mazhab Syafi’i. Karya ini tidak hanya berfungsi sebagai panduan praktis dalam menjalankan ibadah, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal masyarakat Banjar.
Sejarah Penulisan Sabilul Muhtadin
Kitab ini ditulis atas permintaan Sultan Tamjidullah dan merupakan hasil dari pengamatan serta pengalaman Syaikh Muhammad Arsyad dalam mengajarkan agama kepada masyarakat. Sabilul Muhtadin terdiri dari dua jilid yang mencakup berbagai aspek hukum Islam, mulai dari bersuci hingga pelaksanaan haji. Dalam kitab ini, terdapat delapan bagian utama yang membahas berbagai topik penting, seperti:
1. Kitabut Taharah: Mengenai bersuci.
2. Kitabus Shalat: Tentang hukum dan tata cara shalat.
3. Kitabuz Zakat: Hukum mengenai zakat.
4. Kitabus Siam: Pembahasan tentang puasa.
5. Kitabul I’tikaf: Mengenai i’tikaf di masjid.
6. Kitabul Haji wal Umrah: Hukum pelaksanaan haji dan umrah.
7. Kitabus Shaid wadz Dzabaih: Hukum mengenai binatang buruan dan sembelihan.
8. Kitabul Ith’amah: Tentang makanan halal dan haram.
2. Kitabus Shalat: Tentang hukum dan tata cara shalat.
3. Kitabuz Zakat: Hukum mengenai zakat.
4. Kitabus Siam: Pembahasan tentang puasa.
5. Kitabul I’tikaf: Mengenai i’tikaf di masjid.
6. Kitabul Haji wal Umrah: Hukum pelaksanaan haji dan umrah.
7. Kitabus Shaid wadz Dzabaih: Hukum mengenai binatang buruan dan sembelihan.
8. Kitabul Ith’amah: Tentang makanan halal dan haram.
Penyebaran dan Pengaruh Kitab
Setelah penulisannya, Sabilul Muhtadin disalin oleh murid-murid Syaikh Muhammad Arsyad dan menyebar ke berbagai daerah, termasuk Mekkah. Kitab ini menjadi bahan ajar bagi banyak pelajar yang datang dari berbagai belahan dunia untuk menuntut ilmu agama. Pada tahun 1882, kitab ini dicetak di Mekkah, Istanbul, dan Mesir, sehingga semakin memperluas jangkauan pembacaannya di Asia Tenggara.
Kearifan Lokal dalam Sabilul Muhtadin
Salah satu aspek menarik dari Sabilul Muhtadin adalah bagaimana kitab ini mengakomodasi kebiasaan masyarakat Banjar dengan ajaran Islam. Dalam beberapa hal, Syaikh Muhammad Arsyad memberikan penjelasan yang moderat terhadap praktik-praktik lokal yang mungkin dianggap kontroversial oleh ulama dari daerah lain. Ini menunjukkan bahwa kitab ini tidak hanya berfungsi sebagai teks hukum, tetapi juga sebagai jembatan antara tradisi lokal dan ajaran Islam.
Kesimpulan
Sabilul Muhtadin lebih dari sekadar kitab fikih; ia adalah warisan intelektual yang kaya akan nilai-nilai spiritual dan kearifan lokal. Karya Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari tidak hanya memberikan panduan praktis bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah, tetapi juga mencerminkan bagaimana Islam dapat beradaptasi dengan budaya setempat tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasarnya. Dengan demikian, Sabilul Muhtadin tetap relevan sebagai sumber belajar bagi generasi Muslim saat ini dan masa depan.